Kritik dan saran E-mail ke hkbp_slipi@yahoo.co.id

Renungan


OBYEKTIFLAH MENILAI !
Matius 7: 1-5

K
ata ”menghakimi” dalam bahasa Batak Toba adalah manguhumuhumi. Dalam Alkitab berbahasa Inggris (KJV) istilah yang dipakai adalah to judge. Dalam bahasa Yunani Koine: krinein (baik seperti yang dilakukan seorang hakim dalam ranah hukum/pengadilan maupun dalam kehidupan/masalah pribadi). Dalam Alkitab terjemahan lama, kata yang digunakan adalah menuduh. 
Kita sering menghakimi. Atas pekerjaan orang lain kita menghakimi. Atas kebiasaan berpakaian orang lain kita menempatkan diri selaku seorang hakim. Atas rumah tangga orang lain pun kita merasa berkuasa menghakimi, bahkan tentang suaminya, istrinya bahkan anaknya. Padahal perlakuan ini seringkali tidak berdasarkan kenyataan yang sebenarnya. Sudut pandang kita dalam melakukan penilaian itu sering kali tidak jernih. Ada sesuatu dalam diri kita, baik emosi maupun sikap apriori, yang membuat penilaian itu tidak obyektif. Yesus menggambarkannya dengan jenaka: bagaimana kamu bisa dengan jelas melihat selumbar di mata orang lain sementara matamu sendiri tertutup dengan balok (!).
Penilaian kita tentang sesuatu memang sering tercampur dengan subyektivitas. Karena tidak suka kepada seseorang, maka penilaian kita terhadap orang itu pasti salah. Karena berbeda agama kita cenderung lebih membela si Obed (Robert) daripada si Acang (Hasan) dalam kasus konflik Ambon dulu. Karena satu marga atau satu kumpulan marga, kita lebih toleran terhadap seseorang daripada dengan seseorang dari marga lain. Harus kita akui dengan jujur bahwa di dalam gereja HKBP ini pun kita sering tidak menunjukkan kedewasaan dalam melakukan penilaian.
Maka kita pasti terdiam merenung setiap kita mengingat apa yang dilakukan Tuhan Yesus ketika kepada-Nya diseret seorang perempuan yang tertangkap basah melakukan perzinahan (Yohanes 8). Pada saat yang sangat kritis itu Yesus berkata, ”Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
Suatu sikap yang sangat mulia serta bijaksana yang perlu kita ingat setiap keinginan menghakimi timbul dalam diri kita. Yesus tidak pernah mentolerir dosa termasuk perzinahan. Akan tetapi Yesus juga mengajar kita untuk obyektif menilai. Sikap apriori, pandangan yang merendahkan, termasuk keinginan menjebak, tidak boleh menjadi dasar untuk menghakimi apalagi mencelakakan serta membunuh. Kita tidak cukup benar dan suci untuk menghakimi dan menjatuhkan hukuman.
Kita meyakini bahwa sikap dan ajaran Yesus ini tidak bermaksud untuk menghentikan upaya pengadilan. Akan tetapi ajaran ini sangat bagus untuk mengingatkan orang-orang yang bergelut dengan peradilan supaya lebih dahulu membersihkan diri sendiri. Karena bagaimanakah lap kotor dapat membersihkan? Bagaimanakah hakim korup dapat memberantas korupsi? Bagaimanakah pendengki dengan hati yang tidak bersih dapat membereskan permasalahn?

Selamat Hari Minggu !

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS