Kritik dan saran E-mail ke hkbp_slipi@yahoo.co.id

Renungan


MENIKMATI HIDUP PEMBERIAN ALLAH
(Pengkhotbah 6 : 1 – 12)

I
nti kitab Pengkhotbah (Qohelet = Ibrani) adalah kesia-siaan. Dalam pasal 1 : 2 dikatakan segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah pengarang Kitab Pengkhotbah ini seorang yang pesimis, putus asa dan tidak memiliki pengharapan sehingga ia mengatakan segala sesuatu adalah sia-sia? Tidak! Kitab ini sebenarnya adalah kritik terhadap sekularisme (paham yang mengatakan bahwa dunia ini adalah segala-galanya) dan terhadap agama yang disekularkan (agama yang cenderung terlalu duniawi). Paham sekularisme mencoba membangun masyarakat yang sempurna di dunia ini, sehingga tidak memperhatikan bahwa di dunia ini ada kemalangan, maut sebagai konsekuensi dosa manusia (bd Kejadian 3: 17 – 19).
         Mata Pengkhotbah sepenuhnya terbuka terhadap kesia-siaan dan kecurangan yang kepadanya seluruh mahkluk telah takhluk (Roma 8 : 20 – 22). Tujuan kitab Pengkhotbah ini adalah untuk menghilangkan semua harapan palsu yang menyesatkan, yang menguasai pikiran-pikiran manusia.
         Kecenderungan yang dicari manusia di dunia ini adalah harta, keturunan yang banyak (hagabeon), panjang umur dan ini dinilai sebagai karunia besar (bd Kejadian 24 : 60 ; Mazmur 127 : 3 – 5 ; Keluaran 20 : 12). Tetapi ada orang yang dikaruniai kekayaan oleh Allah sampai tidak kekurangan suatupun yang diinginkannya, tetapi tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya. Ini adalah kesia-siaan dan penderitaan. Kuasa untuk menikmati kekayaan bukan pada pemilik (manusia) melainkan pada Allah. Tanpa perkenanan Allah manusia tidak dapat menikmati hartanya. Tragedi bisa datang, apakah itu perang, apakah itu bencana alam, sakit penyakit, dll lalu harta itu lenyap atau diambil orang lain.  Kenyataan seperti itu adalah kemalangan, penderitaan yang pahit dan itulah kesia-siaan.
         Disamping itu, membuat kekayaan, keturunan banyak, umur panjang untuk memuaskan keinginan adalah usaha menjaring angin (kesia-siaan), karena keinginan manusia tidak terpuaskan oleh semuanya itu. Segala jerih payah untuk memuaskan keinginan mendatangkan kemalangan dan penderitaan. Semakin besar keinginan, semakin panjang waktu untuk memuaskan keinginan. Itu berarti semakin besar kemalangan dan penderitaan pahit yang dialami manusia. Bagi Pengkhotbah, anak gugur lebih baik daripada orang seperti itu. Alasannya anak gugur lebih tenteram, tidak mengalami perkara hidup yang sia-sia. Dengan kata lain, anak gugur tidak sempat mengalami kemalangan dan penderitaan pahit karena tidak berjerih payah untuk memuaskan keinginannya.
      Tuhan menghendaki agar kita menikmati kesenangan hidup yang diberikanNya, yaitu hidup yang tenteram. Hidup yang tenteram dapat diperoleh manusia dengan hikmat. Dengan takut akan Tuhan orang memperoleh hikmat (bd Amsal 9 : 10). Orang berhikmat tahu bersikap dan berlaku sepantasnya terhadap kekayaan, keturunan yang banyak (hagabeon) dan umur panjang, sehingga menikmati hidup yang tenteram (bd Pengkhotbah 5 : 6).
            Kehidupan yang mementingkan kekayaan dan diri sendiri yang terpisah dari Allah adalah kesia-siaan. Kekayaan, keturunan banyak dan panjang umur tidak dapat mendatangkan kepuasan jiwa manusia. Tuhanlah yang dapat memuaskan jiwa manusia sehingga tenteram ( Mazmur 103 : 5).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS